Kawah Ijen, Eksotisme Wisata Alam Kelas Dunia Di Indonesia


"Semoga pendakian malam ini berjalan dengan sukses dan selamat kembali ke rumah," kata salah satu teman  satu rombongan saat persiapan bersama sebelum mendaki Gunung Ijen. Jam tepat pukul 1 dinihari, semua rombongan sudah siap dengan jaket tebal, kupluk dan senter di tangannya. Sebagian pula menggendong ransel yang berisi obat-obatan, makanan dan minuman sebagai bekal pendakian malam itu.

Kami saat itu tepat berada di Paltuding, tempat ini merupakan pos terakhir untuk mendaki ke Gunung Ijen. Sepeda motor, mobil terparkir rapi di sebuah halaman yang lumayan luas, tepat di depan pos lapor dan pembelian tiket masuk kawasan Paltuding ini. Kami tak sendirian, banyak wisatawan lokal hingga mancanegara yang hilir mudik, ada yang nongkrong asik di warung, pergi ke toilet dan sebagian lagi sedang membeli tiket.

Paltuding menjadi gerbang awal pendakian menuju Puncak Ijen setinggi 2.386 Mdpl (meter di atas permukaan laut). Jarak dari Paltuding menuju puncak harus dilalui dengan mendaki sejauh 3 kilometer sesuai dengan papan informasi yang terpasang di sana. Blue Fire atau Api Biru menjadi incaran traveler, termasuk kami disamping menikmati eksotisme landscape Kawah Ijen.

Foto Dari Atas Kawah
Siang itu di bawah terik matahari, kami mulai berkumpul di depan alun-alun Kota Malang. Tempat ini sudah menjadi Meeting Point yang disepakati, tuk menjadi titik awal perjalanan traveling ke Taman Wisata Alam Kawah Ijen yang terletak di perbatasan Banywangi dan Bondowoso. Hal tersebut untuk memudahkan kami bertemu, sebagian orang dari rombongan berasal dari kota yang berbeda seperti Jakarta, Jogja, Kediri dan Malang. Dengan menyewa sebuah mini bus berkapasitas 15 orang, kami pun berangkat menuju Paltuding selepas salat duhur.

Estimasi waktu tempuh perjalanan telah kami perhitungkan berdasarkan berbagai informasi traveler di internet, rute yang kami pilih pun melalui arah Bondowoso dan tidak ada rencana untuk menginap agar kocek tak terkuras lebih banyak. Perkiraan kami sampai di Paltuding sekitar jam 11 malam, dengan estimasi waktu 8 jam perjalanan, ditambah waktu untuk makan malam dan istirahat sejenak di rest area.

Sekitar jam 11 malam, sampailah kami di Paltuding, kami pun menyempatkan diri untuk istirahat sejenak dan sekadar ngopi dan ngemil di warung. Tepat jam 1 dinihari, persiapan terakhir sebelum mendaki sudah dilakukan, kami mulai pendakian dengan semangat membara mengahalau dingin sembari menyusuri rute setapak demi setapak yang lumayan menanjak dan sedikit landai. Alokasi waktu pendakian sekitar 2 jam,.

Hawa yang dingin banget membuat beberapa teman memperlambat langkahnya, namun tak sedikit penambang belerang yang berpapasan di jalur pendakian memberikan semangat. Finally, sekitar jam 3 dinihari kami pun sudah sampai di atas Kawah Ijen. Pemandangan saat itu terlihat masih kabur, paparan asap dengan bau belerang yang menyengat terasa menuju ke arah kami.

Para Penambang Belerang
Beruntung, beberapa waktu kemudian kami bisa menyaksikan cuaca di sekitar kawah sangat cerah setelah asap dengan bau belerang itu mulai sedikit hilang. Wow,  satu kata menggambarkan apa yang kami rasakan akan kerennya Kawah Ijen di pagi buta itu,ditambah dengan pancaran Blue Fire atau Api Biru yang sangat indahnya. Kami pun menikmati dan sedikit bertukar cerita dan obrolan hangat, sembari menunggu beberapa teman yang turun ke kawah untuk mendekat ke Api Biru.

Curam dan berbahaya, jalan menuju kawah sangat tidak disarankan bagi wisatawan yang ingin turun ke bawah. Namun, masih ada opsi lain untuk turun ke kawah dengan menyewa guide lokal yang bersedia, dan terkadang menawarkan jasanya secara langsung kepada pengunjung di sana.
Bawalah masker wajah, kain kecil itu sangatlah penting dan berguna banget. Kamu tak bakal risau dengan asap belerang yang sesekali mengarah ke posisimu berada. Mayoritas pengunjung saat itu kebanyakan berasal dari luar Indonesia. Tampak dari wajah, kulit dan tubuh mereka yang besar menjulang, bahkan mereka menjadi sasaran traveler lokal untuk diajak foto bersama.

Tak terasa kami sudah cukup lama memandangi eksotisme Kawah Ijen, pemandangan yang mempesona serasa menyandera kami tuk tak cepat turun ke Pos Paltuding. Pagi buta itu, Blue Fire memukau kami, sunrise yang sangat indah dengan pancaran sinar kemerahan serasa menghangatkan tubuh yang sedari malam dibalut hawa dingin. Puas, dan cuaca cerah pagi itu membuat kami bersyukur bisa sampai di sini.

Tak selesai sampai di situ, perjalanan turun pun kami dibuat takjub dengan kerja para penambang belerang. Beban sekitar 70 kilogram menindih pundak mereka, tak ayal para penambang sering menaruh pikulannya di beberapa tempat pemberhentian yang sudah disiapkan untuk sekadar menarik nafas panjang.

Tak ada percakapan lebih mendalam antara kami dengan para penambang. Kami hanya sesekali meminta ijin untuk foto bersama, dan mencoba menaruh beban puluhan kilogram belerang itu di pundak meskipun sering gagal mengangkatnya. Para penambang pun tak lupa menyemangati kami saat menuruni Gunung Ijen yang kami tempuh lebih cepat dari pendakian dinihari tadi.

Kopi susu panas, jahe hangat dan teh manis yang kami beli di warung area Paltuding menjadi minuman pelepas dahaga dan penat pagi itu. Setelah pendakian dinihari tadi dibalut hawa dingin yang merasuk ke tubuh. Rasa lelah pun terbayar, eksotisme Kawah Ijen dan kearifan masyarakat lokal membuat kami ingin berlama-lama, jika saja mini bus yang kami sewa tak harus segera dikembalikan ke garasinya. 


Bila kamu berniat mendaki Gunung Ijen dan menikmati indahnya Blue Fire atau Api Biru, jangan lupa persiapkan jaket tebal, masker, kupluk atau penutup kepala, dan juga sepatu atau sandal khusus pendakian. Selain itu, perhatikan kesehatan diri kamu terutama bagi yang memiliki riwayat penyakit dalam, dan juga obat-obatan baik untuk kelompok dan pribadi sangat penting untuk di bawa. Senter juga sangat penting saat kamu memutuskan untuk mendaki di malam hari, fungsinya tuk menunjukkan jalur selama pendakian yang jalur pendakiannya sangat gelap.

Comments