Petualangan Seru Di Singapura, Ditahan Imigrasi Paling Mendebarkan

Badan terasa lemas, capek dan ingin segera menemukan kasur sekadar merebahkan tubuh untuk istirahat sejenak. Namun, badan ini masih terduduk diam dengan kaki selonjoran di ruang Imigrasi Singapura. Melirik sebelah kanan, seorang traveler muda berkaos oblong putih yang juga berada di ruang Imigrasi sedikit melempar senyum dengan wajah yang mulai kusut.

Sedikit menyapa dan bertanya, ternyata ia sudah berada di ruang tersebut lebih dari satu jam lamanya. Dalam hati semakin tak nyaman, apakah akan selama itu yang akan saya alami di ruangan ini. Dari awal, tertahan di Imigrasi Singapura sudah banyak diulas di berbagai blog traveler. Kejadian tersebut ternyata juga menimpa awal jejak langkah kaki ini, apalagi ini awal pengalaman pergi ke Singapura. 

Perjalanan ini dimulai siang hari selepas Jumat dari Kota Gudeg, Jogja. Gerbang pertama menuju Singapura harus saya tempuh via Johor, Malaysia. Rute ini merupakan pilihan penerbangan paling murah yang saya beli. Setelah sampai di Johor, perjalanan menuju Singapura ditempuh dengan bus Causeway Link berwarna kuning dari terminal Larkin langsung menuju Kranji, Singapura.

Nah, di sinilah langkah kaki tertahan lama di Imigrasi Woodlands, Singapura setelah sebelumnya melewati Imigrasi Malaysia dengan lancar. Hati masih berdebar, kapan kaki ini bisa melangkah di tanah Singapura yang katanya maju dan modern banget.

Akhirnya, panggilan dari petugas memecah keheningan ruangan, petugas mempersilahkan masuk ke sebuah ruangan kecil. Di sana terdapat dua petugas yang sudah siap melakukan interogasi, apa yang saya alami masih dalam lingkup pertanyaan standar Imigrasi di sana. Mulai dari cek paspor, tanya uang saku, mau jalan-jalan ke mana aja, dan juga tentang pekerjaan.

Belum selesai sampai di sana, seorang petugas menhampiri tempat duduk dan sedikit banyak mengajak ngobrol tentang profil dan kesibukan di Indonesia. Karena petugas tersebut sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya pertanyaan yang ia ajukan saya jawab sebisanya. Sembari melirik traveler di sebelah yang menunggu prosesnya di ruangan itu kelar.

Masih deg-degan, sudah hampir satu jam menunggu. Seorang security berbadan kekar memanggil dan menyuruh saya mengikuti ke mana ia melangkah. Lah, kok malah hati ini makin timbul tanda tanya besar. All is well, sambil berdoa tak akan ada hal buruk yang akan terjadi. Kemudian kami menaiki lift, dan sesaat kemudian lift terbuka, petugas dengan badan mirip Ade Rai itu mengatakan, "Ini paspormu, Welcome to Singapore,".

Yeay, badan yang tadinya lemas kembali bugar kembali, dan kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Kranji dengan bus warna kuning tadi meskipun beda plat nomernya. Saking capeknya, malam itu menyantap nasi lemak terasa aduhai nikmatnya di Stasiun MRT (Mass Rapid Transit Kranji, Singapura.

Kali ini saya mengguna Ez-Link Card, pinjaman dari kakak kesayangan yang telah lebih dulu merasakan naik MRT di sini. Cara naik MRT terdapat dua pilihan, dengan Ez-Link Card atau Singapore Tourist Pass (STP) yang memiliki perbedaan fasilitas disetiap kartu tersebut. Selesai melakukan Top Up kartu Ez-Link sebesar 10 Dollar Singapura, sekitar jam 9 malam MRT mengantar langkah kaki ini menuju stasiun MRT Aljunied di Red District, Geylang. Satu bulan sebelumnya, saya sudah memesan sebuah kamar di sebuah hostel melalui situs booking online bernama Kallang River yang berbentuk dormitori, di mana dalam satu kamar bisa diisi oleh 6-8 tempat tidur. Setelah melakukan check-ini, malam itu saya pergunakan untuk istirahat setelah seharian di perjalanan.

Tersesat ke Victoria Theater -Photo By jejakgufron
Awalnya, Victoria Theater tak masuk dalam destinasi, namun kesasar menjadi cerita yang berbeda. Setelah bangun pagi dan berkemas, perjalanan diawali dengan melangkahkan kaki ke Universal Studio Singapore (USS) di Sentosa Island. Setelah lelah berkeliling, perjalanan kemudian rencana sesuai itinerary dilanjutkan ke Merlion Park. Belum lengkap ke Singapura kalau belum foto di sini, katanya sih begitu.

Start awal dari MRT Harbourfront (Basement Mall Vivo City), tujuan selanjutnya yaitu MRT Raffles Place dengan menggunakan MRT jalur hijau atau Green Line. Setelah sampai, entah kenapa catatan yang telah ditulis sebelumnya tak seperti yang diharapkan. Tengok kanan dan kiri tak tampak patung singa ikonik tersebut. Kemungkinan besar, salah ambil jalan keluar dari stasiun MRT. Daripada kebingungan, kaki ini tetap dibawa melangkah sembari mencari orang sekitar untuk bertanya.

Merlion Park masih dalam pencarian, tiba-tiba dari kejauhan terlihat sebuah bagunan yang sangat keren dan megah. Victoria Theater, gedung dengan cat putih yang konon merupakan salah satu bangunan peninggalan kolonial tertua dan dibangun pada 1862. Tampak dari dekat sebuah menara jam dan balutan arsitekturnya keren banget deh pokoknya, dan hari itu juga sedang berlangsung Singapore Writers Festival. Mungkin ini bisa dibilang kesasar yang menyenangkan.

Menikmati kerennya Garden Bay The Bay dan Mall Marina Bay Sand
Setelah Merlion Park saya temukan dan ambil foto untuk kenang-kenangan. Destinasi selanjutnya yaitu Garden Bay The Bay, sebuah tempat dengan koleksi tanaman langka, dan juga Supertree Grove yang sangat sayang untuk dilewatkan. Selain itu, kesempatan ini saya gunakan untuk naik jembatan gantung sepanjang 128 meter.

Ternyata, menuju tempat ini tak semudah dibayangkan sebelumnya. Banyaknya lorong dan penunjuk arah membuat saya bingung setelah turun di Stasiun MRT Marina Bay. Alhasil selama kurang lebih satu jam terjebak di dalam Mall Marina Bay Sand, Banyak hal menarik yang saya temui seperti halnya pelataran depan Mall dan tempat santai yang indah untuk di jelajahi.

Masjid Sultan - Photo By jejakgufron
Sesuai rekomendasi dari beberapa teman yang sudah pernah berkunjung ke Singapura, Masjid Sultan disarankan menjadi salah satu tempat yang musti saya kunjungi. Masjid dengan kubah warna emas ini merupakan salah satu masjid terbesar di sana, dan akhirnya saya memasukkannya dalam list destinasi selanjutnya setelah puas berkeliling di Garden Bay The Bay.

Permberhentian MRT menuju Masjid Sultan di Stasiun MRT Bugis. Namun, masjid ini tak terlalu dekat dengan stasiun, masih harus berjalan kaki sekitar sepuluh menit saja. Saya sudah mempersiapkan waktu yang agak lama, sekalian melaksanakan salat dan menikmati nasi lemak sembari menyeduh segelas susu di Kampong Glam Cafe di dekat masjid.

Uniknya di buku tamu masjid ini tak tertulis wisatawan asal Indonesia, loh. Saat itu pun saya bertanya kepada Pak Yusuf, penjaga masjid yang sudah 40 tahun mengabdi. Jawabannya membuat saya sedikit tersenyum. "Kalau orang Indonesia isi buku tamu di buku ini, gak samapi sebulan sudah penuh saking banyaknya orang Indonesia yang mengunjungi Masjid Sultan," kata Pak Yusuf. Arsitektur bangunan Masjid Sultan sangat bagus, bersih dan di dalamnya tampak megah dengan daya tampung sekitar lima ribu jamaah.


Masjid ini menjadi tujuan akhir di Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke negeri jiran, Malaysia. Pengalaman traveling sendiri, terutama ke luar negeri memberikan banyak sekali pelajaran baru. Persiapan yang matang, mulai dari itinerary yang jelas, perhitungan budget, akomodasi dan transportasi yang musti dipersiapkan jauh hari, dan juga tak malas untuk mencari informasi terkait negara yang dituju melalui blog perjalanan misalnya. Banyak hal baru yang bisa ditemui selama perjalanan, interaksi dan budaya baru menjadi atmosfer menyenangkan yang sangat sulit untuk dilupakan.

Comments

Popular Posts